Salam Pro Petani

Selamat datang di blog "ekonomika-pertanian". Sebuah blog yang mencoba berbagi dan mempelajari dinamika ekonomika pertanian, kemudian berupaya berpikir dan bertindak dalam kerangka kepedulian yang intens pada petani. Selamat membaca dan salam pro-petani.

Kebijakan Gula yang Tak Lagi Manis [PANDE RADJA SILALAHI]

Suara Merdeka | Selasa, 25 Januari 2011
Kebijakan Gula yang Tak Lagi Manis 
Oleh Pande Radja Silalahi

AWAL tahun ini, media massa memberitakan bahwa para importir gula kristal belum merealisasikan impornya sesuai dengan waktu yang diharapkan. Pemberitaan ini sangat menarik perhatian, terutama karena pada pengujung tahun lalu, yang  banyak diberitakan justru munculnya kekhawatiran merosotnya harga gula nasional sebagai akibat peredaran gula impor dan gula rafinasi yang tidak terkendali, dan di sisi lainnya rencana swasembada gula yang dicanangkan tahun 2014 tidak dapat tercapai.

Dalam hal yang menyangkut gula dapat diketahui bahwa produk itu telah ditetapkan sebagai komoditas khusus dalam perundingan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Sekarang tentu layak mengingatkan kembali hal yang menjadi alasan menetapkan gula sebagai komoditas khusus. Sangat sulit untuk menyangkal bahwa yang jadi alasan menempatkan gula sebagai komoditas khusus adalah untuk melindungi petani tebu dan atau produsen gula nasional.

Kalau hal ini benar maka beberapa pertanyaan perlu dikemukakan. Apakah pembuat kebijakan masih konsisten menerapkannya? Apakah swasembada gula dapat berjalan bergandengan dengan kebijakan melindungi petani tebu/ produsen gula? Intervensi pasar yang bagaimana yang harus dilakukan pembuat kebijakan agar kepentingan petani dan atau produsen gula tidak tereliminasi dan kepentingan industri berbahan baku gula dapat dipenuhi secara baik? Tanpa memberi jawaban yang memadai atas pertanyaan tersebut melalui tindakan nyata maka hampir dapat dipastikan bahwa masalah gula akan terus menyulut ketidaktenteraman.

Tidak seperti komoditas khusus lainnya, misalnya beras yang bebas dikonsumsi oleh konsumennya walaupun jenisnya beraneka ragam maka terhadap gula ternyata ada pembatasan menurut jenis konsumennya. Walaupun sama-sama manis dengan tingkat kemanisan berbeda, gula rafinasi dibatasi penggunaannya yaitu untuk kebutuhan industri dan utamanya industri makanan dan minuman.

Dengan adanya keinginan agar kebutuhan akan gula rafinasi dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri, sejak beberapa tahun silam pemerintah memberi berbagai insentif bagi produsen gula rafinasi dengan mengolah raw sugar.
Peran Bulog Yang menjadi persoalan adalah di tengah lemahnya penegakan hukum dan kualitas administrasi yang tidak memadai, raw sugar yang seharusnya masuk pada industri gula rafinasi, pada waktu-waktu tertentu ‘’merembes’’ ke pasar bebas, bahkan sampai ke pelosok sentra produksi. Perembesan ini bersama dengan impor yang dibutuhkan untuk kebutuhan konsumsi pada waktu-waktu tertentu mengubah wajah  penawaran gula yang dapat dikonsumsi sehingga harga gula konsumsi di pasar lebih rendah dari yang diharapkan petani/ produsen gula konsumsi.

Dengan perkembangan seperti itu kiranya mudah dipahami bahwa walaupun Indonesia tergolong sebagai importir gula (produksi lebih kecil dari kebutuhan), para petani tebu sering dipojokkan oleh masuknya gula impor yang tidak sesuai waktu dan perembesan raw sugar melalui pelanggaran ketentuan.

Perkembangan yang terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini mengajarkan kepada kita bahwa ketidakpastian iklim makin tinggi dan karena tebu adalah tanaman musiman, maka ketidakpastian mengenai produksi tebu juga makin tinggi. Dalam perkembangan seperti ini kebijakan yang paling dibutuhkan adalah stabilisasi dari segi penawaran. Artinya kebijakan yang betul-betul di bawah kendali dan kontrol yang mudah dari pemerintah atau pembuat keputusan.

Menyimak perkembangan yang terjadi, beberapa anggota DPR mengusulkan agar implementasi impor gula (gula kebutuhan konsumsi dan gula rafiansi) dilakukan oleh Bulog. Dalam situasi seperti sekarang, gagasan tersebut sangat beralasan dan mungkin merupakan pilihan yang paling tepat.

Dengan memfungsikan Bulog sebagai pengelola penawaran, sangat besar kemungkinan fluktuasi harga gula di dalam negeri dapat diintervensi secara lebih efektif, bahkan  mungkin lebih efisien. Dalam melakukan tugasnya, Bulog bertindak sebagai perantara antara ekportir di luar negeri dan perusahaan industri di dalam negeri serta distributor gula konsumsi yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Sebagai distributor, Bulog tidak perlu rugi, bahkan dapat membiayai kegiatannya dengan mengenakan fee bagi mereka yang meminta raw sugar atau gula konsumsi dari/ dan melalui Bulog.***

Pande Radja Silalahi, ekonom CSIS Jakarta 

No comments:

Post a Comment