Salam Pro Petani

Selamat datang di blog "ekonomika-pertanian". Sebuah blog yang mencoba berbagi dan mempelajari dinamika ekonomika pertanian, kemudian berupaya berpikir dan bertindak dalam kerangka kepedulian yang intens pada petani. Selamat membaca dan salam pro-petani.

Gejala Krisis Pangan, Tanpa Inpres HPP Beras [HATTA SUNANTO]

Kedaulatan Rakyat | Sabtu, 19 Februari 2011 12:12:53
Gejala Krisis Pangan, Tanpa Inpres HPP Beras 
Oleh Ir. Hatta Sunanto MS

Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk gabah dan beras tahun ini (2011) tetap seperti yang berlaku pada 2010. Oleh karena itu, pemerintah tidak menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) tentang Pengadaan Penyaluran Gabah atau Beras 2011. Keputusan ini terungkap dalam Bahan Rapat Stabilitasi Pangan Pokok dan Program Perlindungan Sosial yang dipaparkan dalam Rapat Koordinasi Gabungan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa dan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Lasono di Jakarta pekan lalu (Kompas, 24 Januari 2011). 

 Seperti diketahui bahwa HPP gabah dan beras tahun 2010 ditetapkan dalam Inpres Nomor 7 Tahun 2009 tentang kebijakan Perberasan. HPP ditetapkan untuk beras Rp 5.060 per kg; untuk gabah kering panen (GKP) di tingkat petani Rp 2.640 per kg; GKP di tingkat penggilingan Rp 2.685/kg ; Gabah Kering Giling (GKG) di penggilingan Rp 3.300 per kg, dan GKG di Bulog Rp 3.345 per kg. Informasi tentang tidak adanya Inpres HPP gabah dan beras tahun 2011 itu merupakan informasi yang mengejutkan. 

Sebab sejak masa pemerintahan Orde Baru sampai tahun 2010 (Orde Reformasi), pada setiap tahunnya pemerintah selalu menetapkan HPP baru yang nilainya merupakan peningkatan dari HPP yang berlaku sebelumnya. 

Krisis Pangan 
Tampaknya pemerintah merasa frustrasi atau bahkan stres menghadapi kondisi bergejala krisis pangan. Bahwa harga semua bahan makanan (produk pertanian) meningkat pesat sehingga pemerintah kesulitan mengendalikan. Bahan pangan pokok seperti beras, meskipun ada lembaga penyangga dan pemasaran yang khusus menangani beras yaitu Bulog, ternyata tidak mampu menurunkan harga beras di pasaran. Terlebih-lebih bahan pangan yang tidak ditangani Bulog seperti sayur-sayuran yang mudah atau cepat membusuk, harganya yang meningkat tinggi seperti sekarang ini memang tidak bisa dikendalikan karena suplainya kecil dan permintaannya tetap besar; contohnya komoditas cabai (lombok). 

Gejala krisis pangan itu tidak hanya menimpa Indonesia saja, namun telah mulai melanda dunia. Organisasi Pangan dan Pertanian PBB atau FAO telah mengkonfirmasikan terjadinya “krisis pangan” setelah terjadinya lonjakan indeks harga pangan pada Desember 2010. Indeks harga pangan dunia pada November 2010 mencapai 206 dan pada Desember 2010 meningkat menjadi 215, merupakan angka tertinggi selama ini. Dalam laporannya, FAO menyebutkan ada beberapa negara akan terkena krisis pangan yang hebat, seperti Indonesia, China dan India. 

Fenomena anomali cuaca yang melanda dunia mengakibatkan terjadinya kemerosotan yang besar hasil produksi komoditas-komoditas pertanian. Pemerintah Indonesia sekarang ini merasa cemas karena akan semakin sulit mengimpor beras dari Vietnam dan Thailand. Kedua negara ini tidak akan mengekspor beras karena hasil produksi beras di dalam negerinya juga mengalami kemerosotan yang besar. Dengan kondisi demikian itu pemerintah Indonesia dihadapkan masalah perberasan nasional yang sangat memprihatinkan. 

Cadangan beras nasional yang dikuasai Bulog sudah semakin menipis, hasil produksi beras nasional sangat merosot yang mengakibatkan harga beras di pasaran dalam negeri semakin meningkat tinggi. Jika kondisi ini berlanjut terus maka kemungkinan besar akan terjadi “bencana kelaparan nasional” karena sebagian rakyat Indonesia tidak mampu membeli beras. Sekarang ini pemerintah Indonesia dihadapkan dilema. Jika diterbitkan Inpres HPP beras tahun 2011 dengan harga yang sesuai dengan harga beras yang berlaku seperti sekarang ini yaitu sebesar Rp 7.000 sampai Rp 8.000 per kg, maka untuk pengadaan beras dari hasil produksi petani dalam negeri harus disiapkan sejumlah dana yang sangat besar sehingga merupakan beban yang berat bagi keuangan negara yang sudah suram itu. 

Sedang pada masa-masa lalu, dengan HPP yang rendah saja pemerintah tidak mampu membeli beras atau gabah petani dalam jumlah besar karena tidak tersedia dana yang mencukupi. Jika pemerintah tidak melakukan pembelian gabah atau beras petani maka Bulog tidak memiliki cadangan beras. Penutup Gejala krisis pangan dunia juga sudah mulai melanda Indonesia. 

Pemerintah seyogianya melakukan pembelian gabah atau beras langsung kepada petani; jangan melalui tengkulak atau penggilingan gabah seperti yang dilakukan Bulog selama ini, meskipun tanpa HPP yang berlaku. Pembelian yang harus dilakukan pemerintah itu sangat penting agar Bulog dapat menguasai beras nasional terutama untuk penstabilan harga beras dan bantuan sosial. 

Barangkali pembelian beras langsung kepada petani itu dapat memperoleh harga di bawah harga yang berlaku di pasaran karena tidak melibatkan tengkulak. Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya musibah atau bencana kelaparan di negara kita ini. Jika pemerintah tidak mampu membeli beras petani, maka akan terjadi harga beras berdasarkan mekanisme pasar, harga beras semakin naik dan sulit dikendalikan sehingga mengakibatkan stabilitas nasional berguncang serta kacau balaunya negara kita ini.***

Hatta Sunanto adalah Lektor Kepala pada Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian UST Yogyakarta.

No comments:

Post a Comment